Ada masa dalam hidup ketika kamu tidak lagi berdebat seperti dulu, tidak lagi ingin membuktikan segalanya, dan mulai memilih diam ketika disalahpahami. Di titik itu, sebagian orang mungkin mengira kamu berubah — padahal sebenarnya kamu sedang tumbuh. Perubahan menuju ketenangan bukan terjadi dalam semalam; ia lahir dari luka yang kamu pahami, dari kecewa yang kamu terima, dan dari perjuangan yang kamu ubah jadi kebijaksanaan. Kamu tidak kehilangan semangat, kamu hanya belajar menyalurkannya dengan cara yang lebih damai.

Ketenangan bukan berarti kamu berhenti peduli, tapi kamu belajar menempatkan energi di tempat yang benar. Kamu tak lagi ingin menang di semua perdebatan, karena kamu tahu: tidak semua orang perlu diyakinkan, tidak semua situasi perlu direspons. Kamu mulai paham bahwa kedamaian bukan sesuatu yang kamu cari di luar, melainkan sesuatu yang kamu ciptakan di dalam. Dan ketika kamu sampai di fase itu — kamu sedang berubah jadi versi dirimu yang lebih tenang.

  1. Kamu mulai memilih diam daripada membalas.

Dulu, kamu mungkin mudah terpancing — merasa perlu menjelaskan segalanya, membela diri, atau melawan setiap kesalahpahaman. Tapi sekarang, kamu lebih memilih diam. Bukan karena kamu kalah, tapi karena kamu tahu tidak semua orang siap mendengarkan. Kamu sadar bahwa klarifikasi tak akan mengubah pandangan yang sudah tertutup, dan kadang diam lebih berharga daripada menjelaskan pada yang tidak mau memahami.

Kamu belajar bahwa ketenangan tidak lahir dari kemenangan debat, tapi dari kemampuan menahan diri. Kamu tidak lagi reaktif terhadap provokasi, karena kamu tahu: energi dan waktu terlalu berharga untuk dibuang hanya demi ego sesaat. Dalam diam, kamu menemukan kendali — kendali atas diri sendiri. Dan dari kendali itu, kamu membangun kedamaian yang lebih kuat daripada suara keras mana pun.

  1. Kamu mulai memprioritaskan ketenangan daripada pengakuan.

Ada masa ketika kamu ingin semua orang tahu kamu mampu. Kamu bekerja keras bukan hanya untuk hasil, tapi juga untuk pembuktian. Namun, kini kamu mulai berubah. Kamu tak lagi mencari validasi di luar, karena kamu telah menemukan nilai dirimu di dalam. Kamu tidak butuh sorakan orang lain untuk merasa berarti — cukup tahu bahwa kamu telah melakukan yang terbaik, itu sudah cukup.

Perubahan ini membuatmu lebih ringan. Kamu tidak lagi cemas ketika pencapaianmu tidak terlihat, atau ketika kerja kerasmu tidak dipuji. Kamu tahu bahwa hasil sejati tidak selalu butuh panggung. Kamu lebih tenang karena kamu berjuang bukan untuk dilihat, tapi untuk bertumbuh. Dan ketika kamu tak lagi mengejar pengakuan, kamu justru mendapatkan hal yang lebih berharga: rasa damai karena hidupmu tidak lagi bergantung pada penilaian orang lain.

  1. Kamu mulai memahami bahwa tidak semua hal perlu dikendalikan.

Dulu, kamu mungkin ingin segalanya berjalan sesuai rencana. Kamu cemas ketika sesuatu melenceng sedikit saja. Tapi kini kamu mulai menerima bahwa hidup memang penuh ketidakpastian. Kamu sadar bahwa kendali penuh itu ilusi — dan yang bisa kamu atur hanyalah sikapmu sendiri. Kamu mulai melepaskan keinginan untuk mengontrol segalanya, dan perlahan kamu menemukan ketenangan di dalam ketidakpastian itu.

Kamu tidak lagi takut ketika hal-hal tak berjalan sesuai harapan, karena kamu tahu: beberapa hal memang dibiarkan terjadi agar kamu belajar melepaskan. Kamu mulai mempercayai proses — bukan karena kamu pasrah, tapi karena kamu yakin segalanya punya waktu dan alasannya sendiri. Di titik ini, kamu berhenti melawan aliran hidup, dan mulai menari bersamanya.

  1. Kamu mulai sadar bahwa tidak semua orang harus kamu bawa dalam perjalananmu.

Ada kalanya kamu harus kehilangan beberapa orang untuk menemukan versi terbaik dirimu. Dulu, kamu mungkin berusaha mempertahankan semua hubungan, takut dianggap berubah, takut disebut sombong. Tapi kini kamu paham: tidak semua orang bisa ikut tumbuh bersamamu. Kamu belajar melepaskan tanpa kebencian, dan memahami bahwa perpisahan bukan akhir, melainkan bagian dari perjalanan.

Kamu menjadi lebih tenang karena kamu tidak lagi memaksa koneksi yang tidak seimbang. Kamu menghargai yang datang dengan tulus, dan ikhlas melepaskan yang hanya hadir saat butuh. Kamu tak lagi marah pada kehilangan, karena kamu tahu setiap orang punya peran dan waktunya masing-masing dalam hidupmu. Dari sana, kamu belajar bahwa ketenangan juga berarti keberanian untuk berjalan sendiri — tanpa takut kehilangan siapa pun, selama kamu tidak kehilangan arah.

  1. Kamu mulai menemukan kebahagiaan dalam hal-hal sederhana.

Kamu tidak lagi menunggu momen besar untuk merasa bahagia. Secangkir kopi hangat di pagi hari, percakapan ringan dengan orang terdekat, atau sekadar sore yang sunyi — semua itu kini terasa cukup. Kamu berhenti mengejar kebahagiaan di tempat jauh, karena kamu menyadari bahwa rasa damai sebenarnya selalu ada di sini, di momen kecil yang sering kamu lewatkan dulu.

Kamu menjadi lebih tenang karena kamu tak lagi mengaitkan kebahagiaan dengan pencapaian. Kamu sadar, kebahagiaan bukan tujuan akhir, tapi cara kamu menjalani hidup setiap hari. Dengan hati yang lebih sederhana, kamu mulai hidup dengan lebih sadar, lebih penuh, dan lebih bersyukur. Dan di situlah kamu menemukan bahwa ketenangan sejati ternyata bukan hasil dari memiliki banyak hal, tapi dari mensyukuri apa yang sudah ada.


Menjadi tenang bukan berarti kamu berhenti berjuang. Justru di situlah letak kedewasaan sejati: kamu tetap melangkah, tapi tanpa tergesa; kamu tetap berjuang, tapi tanpa rasa panik; kamu tetap peduli, tapi tanpa kehilangan dirimu sendiri. Ketenangan adalah tanda bahwa kamu telah berdamai dengan masa lalu, menerima masa kini, dan mempercayai masa depan. Maka jika belakangan kamu merasa lebih tenang, lebih memilih diam, lebih mudah memaafkan — ketahuilah, kamu sedang berubah menjadi versi dirimu yang jauh lebih kuat.

Sumber FB : Kasih Tulis

Mentaati ibubapa itu berat, tetapi mentaati suami itu jauh lebih berat dan lebih besar ujiannya. Kata guru susah dan payah hendak taat itu kerana pahala mentaati suami adalah jauh lebih besar daripada pahala mentaati ibubapa dan apabila pahala lebih besar maka ujiannya juga adalah lebih besar.

Menahan diri daripada meninggikan suara kepada suami itu tidak mudah. Berusaha untuk meminta maaf walaupun suami yang bersalah itu juga tidak mudah. Sabar menghadapi ego suami itu tidak mudah. Mengutamakan keinginan dan hak suami juga tidak mudah. Menuruti perintah suami juga tidak mudah. Berusaha menyambut dan melayani suami selepas pulangnya suami dari tempat kerjanya juga tidaklah mudah.

Kerana semua para wanita itu mampu menjadi isteri, akan tetapi tidak semua para wanita itu mampu menuruti, mentaati, patuh dan merendah diri kepada suaminya. Memang perjuangan menjadi isteri solehah itu tidaklah mudah. Kerana pada perkahwinan itu adanya ujian dan kerana itulah juga Allah memberikan balasan yang terbaik yakni Syurga buat isteri solehah.

Pesan guru— Para suami juga perlulah mengaji ilmu fardhu ain. Supaya dapat menjadi contoh yang terbaik untuk isteri dan anak-anak. Kerana kata guru, suami itu adalah guru kepada isteri dan anak-anaknya. Dalam sedar atau tidak sedar, isteri itu sedang mencontohi kebaikan suaminya. Maka apabila suami sabar, isteri juga akan bertambah sabar dan begitulah seterusnya.

Buat para isteri, selamat belajar dan selamat melalui proses menjadi isteri solehah. Isteri yang solehah itu bukanlah yang tidak pernah melakukan kesilapan dan kesalahan. Tetapi isteri yang solehah itu adalah isteri yang sedar akan kesilapannya dan berusaha untuk memperbaiki kesilapan itu agar tidak diulanginya lagi.

Sumber FB : Sollehah Alami

Ada satu benda yang ramai orang lupa bila hidup jadi serabut. Kita takkan mampu kawal semua yang berlaku pada kita.

Orang boleh buat perangai. Sistem boleh buat hal. Plan boleh hancur. Benda yang kita jaga elok pun, kadang tetap runtuh. Dan masa itu, yang paling memenatkan bukan kejadian dia, tapi perang dalam kepala kita sendiri.
.

Tapi ada satu ruang kecil yang masih milik kita.

Cara kita bertindak balas.

Nada yang kita pilih bila marah. Ayat yang kita tahan daripada keluar. Keputusan yang kita tangguh sampai emosi reda. Cara kita jaga diri walaupun dunia tengah tak baik pada kita.

Sebab dalam banyak situasi, kita tak dapat pilih apa yang jadi, tapi kita boleh pilih siapa kita nak jadi lepas ia terjadi.
.

Kalau hari ini anda rasa hilang kawalan, cuba buat satu benda yang sederhana.

Berhenti sekejap.
Tarik nafas.

Bukan sebab anda lemah. Tapi sebab anda sedang belajar jadi lebih tenang, lebih matang, dan lebih sayang pada diri sendiri.

Sumber FB : Public Health Malaysia

Jangan bawa beban 2025 ke 2026

Peralihan tahun bukan sekadar beralih tahun. Ia adalah satu garis untuk kita melakukan muhasabah dan penambahbaikan kepada diri kita.

Kita ingin jadi lebih baik daripada semalam.

Ada benda yang tak patut dibawa ke tahun depan.

Bukan sebab ia buruk.

Tapi sebab ia dah selesai tugasnya.

Antaranya adalah beban emosi, kejaran yang tak jelas hujungnya, rasa bersalah pada diri sendiri

Sebab hidup tak ikut timeline orang lain.

Tak semua yang berat itu perlu dipikul lama-lama.

Ada beban yang patut dilepaskan.

Supaya langkah jadi ringan.

Supaya nafas jadi panjang.

2026 tak perlukan versi kita yang lebih kuat.

Ia perlukan versi kita yang lebih jelas.

Jelas apa yang nak dikejar.

Jelas apa yang patut dilepaskan.

Dan jelas bila nak berhenti.

Cara paling matang untuk bergerak ke depan adalah dengan meletakkan beban
dan berjalan tanpa drama.

Sumber FB : Ali Daud

UTM Open Day