Syekh Abdul Qadir al-Jailani رحمه الله dikenal luas sebagai seorang wali Allah yang memiliki banyak karomah. Majelis ilmunya di Baghdad selalu dipenuhi ribuan orang. Ulama, pedagang, fakir miskin, bahkan para pejabat duduk bersama untuk mendengarkan nasihatnya. Banyak orang datang bukan hanya untuk belajar, tetapi juga berharap menyaksikan keajaiban darinya.

Namun, semakin tinggi kedudukan beliau di mata manusia, semakin rendah hati beliau di hadapan Allah.

Suatu hari, beberapa muridnya berbincang dengan penuh kekaguman. Mereka menceritakan berbagai kejadian luar biasa yang pernah terjadi melalui Syekh Abdul Qadir: doa yang dikabulkan, orang sakit yang sembuh, hati yang keras menjadi lembut. Salah seorang murid berkata dengan penuh semangat,
“Wahai Guru, engkau adalah wali terbesar di zaman ini.”

Mendengar itu, wajah Syekh Abdul Qadir berubah. Ia menundukkan kepala, lalu berkata dengan suara tenang namun tegas,
“Diamlah. Jangan engkau ukur kedudukan seseorang dengan karomahnya. Karomah bisa menjadi ujian, bukan kemuliaan.”

Para murid terdiam.

Beliau kemudian melanjutkan,
“Seandainya aku berjalan di atas air atau terbang di udara, tetapi melanggar satu perintah Allah, maka aku bukanlah siapa-siapa. Kemuliaan bukan pada keajaiban, melainkan pada ketaatan.”


Ujian yang Menggetarkan Hati

Pada suatu malam, saat Syekh Abdul Qadir al-Jailani sedang bermunajat, hatinya diliputi rasa takut yang mendalam. Ia menangis dan berdoa,
“Ya Allah, jangan Engkau jadikan karomah sebagai hijab antara aku dan-Mu. Jangan Engkau sibukkan aku dengan pujian manusia.”

Beliau khawatir bukan karena kurangnya karomah, tetapi karena takut kehilangan keikhlasan.

Di pagi hari, seseorang datang dan berkata,
“Wahai Syekh, aku melihat engkau memiliki kedudukan tinggi di sisi Allah.”

Syekh Abdul Qadir menjawab,
“Aku belum tahu bagaimana akhir hidupku. Orang beriman takut pada akhirnya, bukan bangga pada perjalanannya.”


Pelajaran Besar untuk Murid-muridnya

Suatu ketika, ada murid yang meminta agar diajarkan ilmu agar bisa memiliki karomah seperti gurunya. Syekh Abdul Qadir menatapnya dan berkata,
“Jika engkau ingin karomah, perbaikilah shalatmu.
Jika engkau ingin kemuliaan, tundukkan nafsumu.
Jika engkau ingin dekat dengan Allah, istiqamahlah dalam ketaatan meski tanpa keajaiban.”

Beliau kemudian mengucapkan kalimat yang terkenal hingga hari ini:

“Istiqamah lebih utama daripada seribu karomah.”

Kalimat itu mengguncang hati para murid. Mereka menyadari bahwa jalan menuju Allah bukanlah jalan yang penuh keajaiban, tetapi jalan yang penuh kesabaran, kejujuran, dan ketaatan.


Akhlak Seorang Wali Sejati

Meski diagungkan manusia, Syekh Abdul Qadir al-Jailani tetap hidup sederhana. Ia duduk bersama fakir miskin, menyapu masjid, dan melayani tamu dengan tangannya sendiri. Tidak ada kesombongan, tidak ada keinginan dipuji.

Beliau sering berkata,
“Wali Allah yang sejati adalah orang yang paling takut kepada Allah, bukan yang paling terkenal di mata manusia.”


  • Hikmah

Kisah Syekh Abdul Qadir al-Jailani ini mengajarkan bahwa:

Karomah bukan tujuan, melainkan ujian

Keikhlasan lebih berat daripada keajaiban

Istiqamah dalam ketaatan adalah derajat tertinggi

Tawadhu’ adalah tanda kedekatan sejati dengan Allah

Semoga Allah menjadikan kita hamba yang istiqamah, rendah hati, dan ikhlas, meski tanpa keajaiban yang terlihat. Aamiin.


#KisahIslami

Sumber FB : Kisah Islami

UTM Open Day